Gadis itu cantik. Berkulit
putih. Berwajah manis. Tubuh yang tinggi semampai. Cocok sekali menjadi gadis
sampul atau sejenisnya. Dulunya dia seorang gadis yang “agak bandel”, melawan
perkataan orangtua, sering berbohong, sering pacaran, mengenakan pakainan yang
tidak seharusnya, dan perilaku yang tidak sesuai ajaran agama Islam. Tapi itu
duluuu..
Sekarang dia berubah
menjadi gadis yang begitu mulia. Tutur katanya yang menyejukkan. Sopan santunnya.
Cara berpakaiannya, dengan jilbab dan khimar. Semua kelakuannya berlandaskan
syaria’t Islam. Aku sangat kagum dengan sosok gadis itu. Dia sangat mempesona. Jika
seorang wanita muslim melihat dia, atau hanya baru mengenal dia. Pasti hati
nuraninya memiliki keinginan untuk menjadi seorang muslimah seperti gadis itu. Aku
sendiri pun berkeinginan menjadi muslimah seperti dia.
Aku dan gadis itu
begitu dekat. Kami bersaudara, walaupun tidak sedarah. Dari kecil kami selalu
bermain bersama. Bila ada hari libur, biasanya aku menginap di rumahnya atau
dia menginap di rumahku. Kami begitu kompak. Terkadang kami berantem, tetapi
nanti baikan sendiri. Kami main lagi. Tertawa bersama, menangis bersama,
kemana-mana bersama.
Tetapi seiring dengan
perputaran waktu. Kami tumbuh menjadi gadis remaja. Dulu waktu gadis itu dan
aku masih berada dalam masa jahiliyah (read; nakal) kami masih tetap bersama. Berbagi
kisah, berbagi canda, berbagi tawa, dan berbagi tangis. Namun, ketika gadis itu
harus pindah ke tempat yang lebih aman dalam pergaulan. Dia dipindahkan sekolah
oleh kedua orangtuanya. Gadis itu harus pindah ke sekolah yang berbasis Islam. Dan
di sana juga harus menginap di asramanya. Aku merasa kehilangan sosok kawan
plus sahabat terdekatku. Tapi aku memakluminya, karena mungkin ini yang terbaik
untuk menyelamatkan akidahnya.
Aku juga merasa ada
yang tidak beres dalam dirinya ketika masih bersekolah di sekolah yang dulu. Waktu
itu aku sudah sedikit memahami agama yang aku anut dari lahir. Mungkin karena
ingin menyelamatkan aqidah gadis itu makanya kedua orangtuanya memindahkan
sekolah gadis itu.
Awal-awal dia berada
di sekolah yang baru, hubunganku dengan gadis itu baik-baik saja. Masih seperti
dulu. Aku juga bersyukur dengan perubahan fisik yang ada pada dirinya. Pakaiannya.
Dan cara berbicaranya. Namun lama-kelamaan aku merasa hubungan kami semakin
longgar. Dia lebih suka menghabiskan waktu liburnya bersama kawan-kawan
barunya. Aku merasa seakan aku ‘dibuang’. Ketika aku ikut bergabung, bermain
bersama kawan barunya, aku merasa dihiraukan. Entahlah… apakah ini hanya
perasaanku saja.
Tapi aku rindu. Rindu
akan suasana keakrabanku dengan gadis itu. Tawa bersama. Kisah bersama. Tangis bersama…
aku ingin bercerita lagi tentang kehidupanku dengannya. Karena aku pikir dia
yang memahamiku. Namun, ketika aku ingin bercerita, dia tak ada waktu luang
lagi untukku. Jika ada, dia tak dengarkan sepenuhnya. Sedih? Aku sangat sedih
sekali. Mendapat perlakuan dari saudara yang aku sayangi seperti itu.
"Ya
Allah… tunjukkan dimana letak kesalahan hamba. Hamba ingin bersamanya lagi
seperti dulu, bagi kisah, tawa, canda, dan tangis. Aku memang bangga dengan perubahannya yang
sekarang. Tapi kenapa hubungan kami yang dulu akrab tidak ada lagi. Ya Allah…
maafkanlah jika hamba mempunyai kesalahan dalam berprasangka. Tapi hamba hanya
ingin seperti dulu. Keakraban kami, kehangatan kami bersama. Aamiin.."