Jumat, 23 September 2011

Allah - lah yang Paling Mengerti Kita



"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (QS. Yasin;36)


Islam menyampaikan jaminan Allah bahwa terpikat dan hidup berpasangan dengan lawan jenis adalah alamiah dan halal, jika dengan pendamping hidup yang menyatu dalam bingkai hukum yang telah Dia tetapkan-Nya sendiri.

Jangan merasa lebih tahu tentang watak naluri kita daripada Allah. Jangan melangkahi wewenang-Nya dalam hal ini. Kesucian diri tidak terkait dengan hidup hingga mati dalam keadaan membujang. Kesucian dihadapan-Nya adalah tunduk terhadap tata aturan-Nya, termasuk memenuhi hak-hak alamiah diri dengan benar, proporsional dan selaras dengan ketetapan-Nya. Ngapain yang mudah dibuat susah? Yang boleh, tidak diperbolehkan, minimal dianggap mengurangi derajat kesucian seorang hamba di hadapan-Nya? Iya gak? Seperti yang terdapat dalam Al Quran surah Al Maidah ayat 45 yang berbunyi "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu."

Menyatu secara halal adalah dalam bingkai Allah yang bernama pernikahan dengan orang yang dicintai. Begitulah yang alami, tapi ikatannya suci. Memenuhi hak naluri, tapi juga bernilai amal shalih. Cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) yang membuahkan ketenangan (sakinah) hidup. Di dalamnya cinta terekspresikan dalam ketaatan kepada-Nya. Cumbu rayu dan senda guraunya menjadi sedekah. Ah, menjadikan hidup terasa lebih hidup. Ibadah, tapi asyik juga. betul nggak?!

Nah, jika yang halal sudah diluaskan dan boleh dinikmati, janganlah keluar dari bingkai-Nya dengan memasuki bingkai selain-Nya, untuk sekedar menuruti kebebasan tanpa nilai yang menjatuhkan harkat dan martabat sendiri. Kalau masih ngebet juga dengan yang haram-haram ketika uang halal sudah dibolehkan, itu bukti nyata kalau kecil rasa syukurnya kepada Allah. Apa lagi yang pantas bagi yang kufur nikmat selain adzab, jika taubat belum juga menyadarkannya? Seperti yang terdapa dalam surah Ibrahim ayat 7 "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-ku sangat pedih."

Nabi Yusuf adalah cermin terjenih dalam kasus seperti ini. Kemuliaan, beliau gapai karena komitmen yang kuat dalam menjaga kesucian diri. Ketertarikan kepada kecantikan di depan mata tak sejengkal pun mendorong beliau mendekati larangan Allah, meski penjara sebagai tebusannya.
Dengan penjagaan diri pula seseorang bertawasul memohon pertolongan kepada Allah. 
SUBAHANALLAH :)



diambil dari buku Kutunggu Kamu di Pelaminan karya Jon Hariyado



Tidak ada komentar:

Posting Komentar