Jumat, 23 September 2011

Cinta Rasulullah, Bukti Cinta Abadi

Di sini, hanya satu penekanan yang ingin saya sampaikan. Cinta Rasulullah adalah prasyarat menggapai cinta-Nya. So, tak tergapai cinta abadi-Nya, jika tanpa kecintaan kepada beliau, "Katakanlah (wahai Muhammad): jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku. NIscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (QS. Ali Imran:31).


Beliau adalah pencinta-Nya yang sejati, dan telah membuktikan dengan sempurna di hadapan-Nya. Beliau manusia paling mengerti dan tahu bagaimana seharusnya mencintai-Nya. tiada gerak hidup yang beliau lakukan selain tapak-tapak pembuktikan cinta kepada-Nya. Maka, dengan setia meneladani beliau, berarti kita telah menelusuri jejak menuju kecintaan kepada Allah dan menggapai kedekatan dengan-Nya.

Belliau tidak pernah mengarahkan siapa pun untuk meneladani beliau karena interest pribadi, melaikan selalu bermuara pada pencapaian cinta kepada-Nya. Ya, karena itulah dan dari situlah munculnya kebahagian.

Alkisah, sebagai sahabat yang sangat mencintai Rasulullah, Rabi'ah bin Ka'ab Al-Aslami bercerita, "Ketika bermalam bersama Rasulullah aku membawakan air wudhu beliau serta menyiapkan apa saja yang beliau butuhkan. Beliau berkata kepadaku, 'Mintalah sesuatu kepadaku!' Aku berkata, 'Aku mohon, jadikanlah aku sebagai temanmu di Surga'. Rasulullah bertanya lagi, 'Tidak ada yang lain yang Engkau minta?' Aku menjawab, 'Itulah permintaanku.".Maka beliau bersabda, 'perbanyaklah sujud'." (HR. Bukhari)
Lihatlah bagaimana petunjuk Rasulullah kepada sahabat yang berusaha setia meneladaninya. Beliau mengarahkannya untuk semakin dekat dan dekat dengan Allah. Memperbanyak sujud berarti memperbanyak shalat. Memperbanyak shalat berarti memperbanyak komunikasi dengan Allah. komunikasi dengan Allah akan mudah dilakukan kalau seorang hamba dekat dengan-Nya. Sementara itu, sujud bisaa menempatkan seorang hamba pada posisi yang paling dekat dengan Allah.
Tiada yang beliau lakukan kecuali untuk memberikan keteladanan dan pengajaran kepada umat bagaimana menjadi manusia yang berharga. Berharga di mata Allah dan berharga bagi orang-orang yang beliau cintai; anak, istri, sahabat, orang-orang yang beriman bahkan seluruh manusia. Untuk itulah beliau memberikan peneladanan, bahkan pengorbanan demi mereka atas dasar cinta.

"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS. At-Taubah;128)

Cinta beliau kepada kita sedemikian tulus dan tidak bisa kita ukur. Cinta itu terpatri kokoh di sanubari beliau. Lihatlah, apa yang beliau rasakan saat membaca firman Allah tentang Ibrahim,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia. Maka barangsiapa mengikutiku, sesungguhnya dia termasuk golonganku. Dan barangsiapa mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ibrahim;36)

Dan, 'Isa berkata, 'jika Engkau mneyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Maidah;118)

Beliau mengangkat tangan seraya berdoa. "Ya Allah, umatku, umatku." Dan beliau menangis. Maka Allah berfirman, "Hai Jibril, pergilah kepada Muhammad - dan Tuhanmu lebih mengetahui - serta tanyakan apa yang membuatnya menangis?" Jibril datang, lalu bertanya kepada beliau. Rasulullah meberitahukan tentang apa yang beliau katakan - dan Dia lebih mengetahui -. Maka Allah berfirman, 'Hai Jibril pergilah kepada Muhammad, lalu katakan, Sesungguhnya Kami akan meridhai tentang urusan umatmu dan Kami tidak akan menyusahkanmu." (HR. Muslim)

"Ya Tuhanku, umatku, umatku." Demi umat, disimpannya doa buat nasib mereka nanti di hari yang kedahsyatannya tak terperi. "Setiap Nabi memiliki ddoa mustajab yang dia panjatkan (kepada Allah) kemudian doa itu dikabulkan serta diberikan kepadanya. Sesungguhnya aku menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatkku pada hari kiamat." (HR. Muslim)

Maka, layaklah jika beliau menjadi manusia yang paling kita cintai. "Tidak sempurna iman salah seorang di antar kalian hingga Aku menjadi yang paling dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia." (HR. Bukhari)

Tsauban, seorang hamba sahay yang selalu dirundung sedih, murung, dan tangis setiap kali tidak bertemu beliau. "Ya Rasulullah, sebenarnya aku tidak sakit. Tapi, aku sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walau sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan gembira sekali. Jika memikirkan akhirat, hatiku bertambah cemas dan takut tidak dapat bersamamu. kedudukanmu yang sudah tentu di surga tertinggi, Sedangkan aku, mungkin di surga terbawah atau tidak masuk surga. Ketika itu aku tidak berjumpa denganmu lagi."
Rasulullah terharu mendengarnya. Maka, turunlah wahyu penghibur mereka yang cemas berpisah dengan Rasulullah. "Barang sipa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu; para Nabi, shiddiiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS. An-Nisa;69). Bahagialah Tsauban, mendengar janji itu.

Mungkinkah kita akan sebahagia Tsauban? Kita tak pernah di sekeliling beliau, mendengar sabda, mengiringi dakwah dan perjuangan, bahkan tak pernah kita tatap raut muka bercahaya beliau. Jarak 15 abad telah memisahkan antara beliau dengan kita. Di manakah harapan cinta kita kepada beliau berada?

Ada, yaitu dalam sunnah beliau. Sunnah yang tidak kita kecilkan artinya semata sebagai perbuatan baik yang berpahala jika ditunaikan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Sunnah adalah tanda cinta beliau kepada kita, "Barangsiapa menghidupkan sunnahku,berarti dia cinta kepada-ku. Dan barangsiapa cinta kepada-ku dia pasti bersamaku di surga." (HR. Tirmidzi dari Anas bin Malik,no.2678.)
Jangan kita tatap Sunnah (setiap ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah) beliau hanya sekedar aturan hukum yang tidak berstatus wajib. Tetapi sebagai mata air ungkapan cinta. Cinta kepada beliau. Cinta yang merupakan tanda kesempurnaan iman. Dan yang pasti sebagai syarat cinta kepada Dia, Sang Maha Mencurahkan Cinta.

Setia meneladani beliau menjadi syarat kelayakan untuk dicintai. Karena, tidak saja menjadikan kita memburu cinta Allah sebagaimana yang beliau lakukan, tetapi juga mencurahkan cinta kepada sesama seperti yang dilakukan beliau contohnya. Dalam tindakan, nyatalah cinta itu dalam kesetiaan kepada sunnah beliau. Di lisan, nyatalah cinta itu dengan shalawat kepada beliau.
SUBAHANALLAH  :)


diambil dari buku "Kutunggu Kamu di Pelaminan karya Jon Hariyadi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar